Sabtu, 19 Desember 2009

PENATALAKSANAAN DAN AKEP ASMA

Penatalaksanaan dan Pencegahan Asma
Prinsip umum pengobatan asma bronkhiale adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan napas dengan segera.
2. mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma.
3. Memberikan penjelasan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnya.
A. Pengobatan pada asma bronkhiale terbagi menjadi 2 macam, yaitu :
1. Pengobatan non farmakologik
a Memberikan penyuluhan.
b Menghindari faktor pencetus.
c Pemberian cairan.
d Fisioterapi.
e Pemberian oksigen (bila perlu)
f Pengobatan farmakologik
2. Pengobatan farmakologik
a. Bronkhodilator
b. Obat yang melebarkan saluran napas. Terbagi menjadi 2 golongan :
a.) Simpatomimetik / adrenergik (adrenalin dan efedrin)
Obat-obat golongan ini tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan : MDI (Metered Dose Inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (ventolin diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan bronkodilator (Alupent, berotec, bricasma) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus) untuk selanjutnya dihirup.
b.) Santin
Nama obat : orsiprenalin (alupent), fenoterol (berotec), terbutalin (bricasma). 2.)
Nama obat : Aminofilin (Amicam supp.), Aminofilin (Euphilin Retard), Teofilin (Amilex). Efek teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : bentuk suntikan teofilin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
c. Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan obat yang secara langsung mempunyai efek terhadap komponen inflamasi dan menghambat pelepasan mediator dari sel mast. Obat ini juga meningkatkan kerja obat beta-2 agonis dengan mesensitisasi beta-2 reseptor. Kortikosteroid sangat efektif untuk mengontrol asma kronik dan obat ini harus diberikan pada asma akut berat karena akan memberikan efek terapi yang jelas serta menurunkan angka kematian.
d. Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama pada anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
e. Ketotifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis 2 x 1 mg /hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.
f. Selain obat-obat di atas, obat lain seperti antibiotika, mukolitik dan ekspektoran diberikan atas indikasi. Sedangkan pemberian obat penenang tidak dianjurkan karena dapat menekan pusat pernapasan. Antihistamin akan mengentalkan sekret, sebaiknya tidak diberikan kecuali bila jelas ada tanda-tanda alergi.

Penanganan alergi dan asma pada anak haruslah dilakukan secara benar, paripurna dan berkesinambungan. Pemberian obat terus menerus bukanlah jalan terbaik dalam penanganan alergi, tetapi yang paling ideal adalah menghindari penyebab yang bisa menimbulkan keluhan alergi dan asma tersebut. Saat ini terapi yang terbaik yang direkomendasikan adalah kombinasi pengobatan dengan long acting β-2 agonis dan kortikosteroid dalam satu bentuk inhalasi. Long acting β-2 agonis ini berguna untuk menstimulasi adenil siklase intraseluler, enzim yang berguna untuk mengubah ATP menjadi siklik AMP, peningkatan AMP ini dapat menyebabkan otot polos bronkus berelaksasi dan menghambat pelepasan mediator hipersensitivitas yang bersifat segera, terutama sel mast. Sedangkan kortikosteroid berguna untuk anti inflamasi dengan manghambat aktivasi dari eosinofil dan menghambat pelepasan mediator inflamasi selanjutnya.
B. Penatalaksanaan fisioterapi
Penatalaksanaan fisioterapi pada penderita asma bronchiale di rumah sakit maupun di klinik-klinik fisioterapi sering dilakukan dengan memberikan intervensi dengan microwave diathermi, postural drynage dan breathing exercise.
1. Microwafe diathermi
Microwafe diathermi adalah suatu modalitas fisioterapi dengan menggunakan arus bolak-balik dengan frekuensi 2450 MHz dan panjang gelombang 12,25 cm. Berdasarkan frekuensi dan panjang gelombangnya maka microwave diathermi mempunyai kemampuan penetrasi kedalam jaringan ± 3 cm atau dapat mencapai jaringan otot. Dengan aplikasi dari pendekatan anterior dan posterior dinding thorak, dengan efek thermal dari microwave diathermi diharapkan dapat meningkatkan metabolisme otot khususnya otot-otot pernapasan, meningkatkan sirkulasi darah lokal, meningkatkan elastisitas jaringan, menurunkan tonus otot-otot pernapasan dan otot polos dinding bronchus melalui normalisasi nosisensorik, sehingga dapat diperoleh efek relaksasi pada otot polos bronchus dan otot-otot pernapasan.
Efek relaksasi pada otot polos bronchus tersebut, diharapkan akan terjadi perubahan pada bronchus yaitu menurunnya stress mekanik pada dinding bronchus dan terjadinya dilatasi atau pelebaran bronchus. Dengan menurunnya stress mekanik pada dinding bronchus maka diharapkan dapat menurunkan hiperskresi mucus dan dapat menurunkan frekuensi batuk . Dengan terjadinya dilatasi bronchus tersebut, akan memberikan efek kemudahan dalam pengaliran mucus dan menurunkan sesak napas. Efek relaksasi pada otot-otot pernapasan adalah menurunnya ketegangan otot-otot pernapasan, meningkatnya metabolisme otot, nutrisi untuk otot tercukupi sehingga otot-otot pernapasan dapat bekerja optimal dan pernapasan menjadi lebih baik untuk menghasilkan ventilasi paru yang adequate.
2. Postural drainage
Postural drainage adalah suatu metode pembersihan saluran napas dengan cara memposisikan penderita sedemikian rupa, dan dengan pengaruh gravitasi, mucus dapat dialirkan ke saluran yang lebih besar, sehingga mudah untuk dikeluarkan. Dalam pelaksanaannya postural drainage ini selalu disertai dengan tapotement atau tepukan dengan tujuan untuk melepaskan mucus dari dinding saluran napas dan untuk merangsang timbulnya reflek batuk, sehinggga dengan reflek batuk mucus akan lebih mudah dikeluarkan. Jika saluran napas bersih maka pernapasan akan menjadi normal dan ventilasi menjadi lebih baik. Jika saluran napas bersih dan ventilasi baik maka frekuensi batuk akan menurun.

3. Breathing exercise
Breathing exercise adalah suatu metode latihan pernapasan yang dilakukan dengan type tertentu, untuk tujuan tertentu serta diaplikasikan pada kondisi tertentu pula. Breathing exercise yang dimaksud di sini adalah force passive breathing exercise yaitu suatu bentuk latihan napas yang dalam pelaksanaannya sering dilakukan bersamaan dengan postural drynage atau dilakukan dalam sesi tersendiri, dimana saat akhir dari ekspirasi diberikan suatu penekanan dengan arah sesuai dengan gerakan segmen thorak saat ekspirasi dan saat inspirasi tekanan dihilangkan namun tangan fisioterapist tetap menempel pada segmen dinding thorak tersebut dan mengarahkan gerakan sesuai gerakan segmen dinding thorak tersebut saat inspirasi. Dengan breathing exercise ini akan dapat menurunkan udara residu dan mengefektifkan kerja dari otot-otot pernapasan sehingga dapat memperbaiki ventilasi paru yang menurun pada penderita asma bronkhiale. Jika ventilasi baik maka akan dapat menghasilkan batuk yang efektif. Jika batuk efektif maka mucus akan mudah untuk di keluarkan, jika mucus keluar maka saluran napas bersih, dan jika saluran napas bersih maka frekuensi batuk akan menurun.


Pemakaian terapi hirupan pada penderita asma khususnya pada anak di Indonesia saat ini masih belum banyak digunakan. Di negara maju terapi ini justru lebih banyak digunakan karena lebih efektif, lebih aman dan relatif murah dibandingkan dengan obat minum. Tetapi di Indonesia orang tua sering menolak kalau sudah diberi anjuran terapi hirupan. Dengan pengobatan hirupan tersebut dianggap asma anaknya sudah sangat mengkawatirkan. Tampaknya sosialisasi lebih jauh tentang penggunaan terapi hirupan pada asma ini harus segera dilakukan.

Asuhan Keperawatan Pada Asma Bronkhial
A. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
1. Riwayat kesehatan yang lalu
a Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
b Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
c Kaji riwayat pekerjaan pasien.
2. Aktivitas
a Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
b Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
c Tidur dalam posisi duduk tinggi
3. Pernapasan
a Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
b Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
c Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung.
d Adanya bunyi napas mengi.
e Adanya batuk berulang.
4. Sirkulasi
a Adanya peningkatan tekanan darah.
b Adanya peningkatan frekuensi jantung.
c Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
d Kemerahan atau berkeringat.
5. Integritas ego
a Ansietas
b Ketakutan
c Peka rangsangan
d Gelisah

6. Asupan nutrisi
a Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
b Penurunan berat badan karena anoreksia.
7. Hubungan sosal
a Keterbatasan mobilitas fisik.
b Susah bicara atau bicara terbata-bata.
c Adanya ketergantungan pada orang lain.
8. Seksualitas
Penurunan libido

B. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d bronkospasme.
2. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen (spasme bronkus).
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nafsu makan menurun.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuatnya imunitas.
5. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ;salah mengerti tentang informasi.

C. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d bronkospasme.
Hasil yang diharapkan: mempertahankan jalan nafas dengan bunyi bersih dan jelas.
Intervensi Rasional :
a Mandiri
1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi.
Rasional ; Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas.
2) Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi ekspirasi.
Rasional : Tachipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/ adanya proses infeksi akut
3) Catat adanya derajat dispnea,ansietas, distress pernafasan, penggunaan obat bantu.
Rasional : Disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses akut yang menimbulkan perawatan dirumah sakit.
4) Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh : meninggikan kepala tempat tidur, duduk pada sandara tempat tidur.
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur memudahkan fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi
5) Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll.
Rasional : Pencetus tipe alergi pernafasan dapat mentriger episode akut.
6) Tingkatkan masukan cairansampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi jantung, memberikan air hangat.
Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan kekentalan sekret, dan dapat menurunkan spasme bronkus
b. Kolaborasi
1) Berikan obat sesuai dengan indikasi bronkodilator.
Rasional : Merelaksasikan otot halus dan menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa.
2. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen (spasme bronkus).
Hasil yang diharapkan : ; perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan edekuat
Intervensi Rasional :
a. Mandiri
1) Kaji/awasi secara rutin kulit dan membran mukosa.
Rasional : Sianosis mungkin perifer atau sentral keabu-abuan dan sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
2) Palpasi fremitus.
Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga adanya pengumplan cairan/udara.
Awasi tanda vital dan irama3) jantung.
Rasional : Tachicardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
b. Kolaborasi
1) Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA dan toleransi pasien.
Rasional : Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nafsu makan menurun
Hasil yang diharapkan : menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat
Intervensi rasional :
a. Mandiri:
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kerusakan makanan.
Rasional : Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dipsnea.
2) Sering lakukan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai.
Rasional : Rasa tak enak, bau menurunkan nafsu makan dan dapa menyebabkan mual/muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
b. Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan dipsnea dan meningkatkan energi untuk makan, meningkatkan masukan
4. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuatnya imunitas
Hasil yang diharapkan :
mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi.
Perubahan ola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.
Intervensi Rasionalisasi :
a. Mandiri
1) Awasi suhu.
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi
2) Kaji pentingnya latihan napas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan adekuat
Rasional : Meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran secret untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi paru
3) Tunjukkan dan Bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum.
Rasional : Mencegah penyebaran patogen melalui cairan
4) Awasi pengunjung; berikan masker sesuai dengan indikasi
Rasional : Menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksius
5) Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
Rasional : Menurunkan kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki
pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan
6) Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi
b. Kolaborasi
1) Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau pengisapan untuk pewarnaan gram, kultur/sensitifitas.
Rasional untuk mengidentifikasi organisme penyabab dan kerentanan terhadap berbagai anti microbial:
5. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ;salah mengerti tentang informasi
Hasil yang diharapkan :
Menyatakan pemahaman tentang kondisi/proses penyakit dan tindakan
Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalamprogram pengobatan
Intervensi Rasionalisasi :
a. Mandiri :
1) Jelaskan tentang proses penyakit individu
Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
2) Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan.
Rasional : Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan merugikan
3) Tunjukkan tehnik penggunaan inhaler.
Rasional : Pemberian obat yang tepat meningkatkan keefektifanya.
4) Diskusikan faktor individu yang dapat meningkatkan kondisi, mis; udara terlalu kering, angin, lingkungan dengan suhu extrem, serbuk, asap tembakau, sprei aerosol, polusi udara,
Rasional : Faktor lingkunan ini dapat menimbulkan/meningkatkan iritasi bronkhial sehingga peningkatan produksi secret dan hambatan jalan napas

D. Evaluasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, klien dapat menunjukkan perbaikan kondisi yang ditunjukkan dengan :
1. Pasien mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/jelas
Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas, misalnya; batuk efektif, dan mengeluarkan sekret
2. Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan beban gejala distres pernafasan
3. Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat
4. Menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu
5. Tidak terjadi proses infeksi
6. Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 :
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Tujuan :
Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang, vital dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.
Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.
e. Berikan air hangat.
Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
f. Kolaborasi obat sesuai indikasi.
Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).
Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
Diagnosa 2 :
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan :
Pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
6. Kolaborasi
a Berikan oksigen tambahan
b Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
Diagnosa 3 :
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria hasil :
Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik, klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat badan dalam batas normal.
Intervensi :
1. Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.
2. Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien dalam asuhan keperawatan.
3. Timbang berat badan dan tinggi badan.
Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.
4. Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
Rasional : air hangat dapat mengurangi mual.
5. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
6. Kolaborasi
a Konsul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.
Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
b Berikan obat sesuai indikasi.
c Vitamin B squrb 2×1.
Rasional : defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.
d Antiemetik rantis 2×1
Rasional : untuk menghilangkan mual / muntah.

Diagnosa 4 :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan :
Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Kriteria hasil :
KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot terasa pada skala sedang
Intervensi :
1. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau bantal.
4. Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.
Diagnosa 5 :
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan :
Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.
Kriteria hasil :
Mencari tentang proses penyakit :
1. Klien mengerti tentang definisi asma
2. Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma
3. Klien mengerti komplikasi dari asma
Intervensi :
1. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan kesembuhan.
Rasional : informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah berlebihan.
2. Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.
Rasional : kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mangasimilasi informasi atau mengikuti program medik.
3. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan.
Rasional : selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari penyakitnya.
4. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan.
Rasional : upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah meminimalkan komplikasi.
5. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misalnya : istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik.
Rasional : menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada patogen.
Evaluasi
a. Jalan nafas kembali efektif.
b. Pola nafas kembali efektif.
c. Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
d. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
e. Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.

DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, K. (1990) “Asma Bronchiale”, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta : FK UI.

Brunner & Suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Childrenallergycenter.joeuser.com/article/12 Maret 2008/19:20 WIB.

Guyton & Hall, (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Hudak & Gallo, (1997). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume 1. Jakarta : EGC.

Info-penyakit.blogspot.com/2007/08/peny.asma/12 Maret 2008/19:07 WIB.

Mansjoer, A., (2001). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1. Jakarta : EGC.

Moodpro.tripod.com/inyakit/asma_P91/12 Maret 2008/19:05 WIB

Price & Wilson, L.M., (1995). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC.

Staff Pengajar FKUI, (1997). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Info Medika.

Mangunnegoro, Hadiarto. 1992. Diagnosis and Penatalaksanaan asthma. Jakarta : Simposium PDPI.

Minggu, 01 November 2009

manajemen keperawatan

1. Manajemen

Di dalam dunia keperawatan, kita mengenal dengan istilah manajemen keperawatan. Istilah manajemen, terjemahannya dalam bahasa Indonesia hingga saat ini belum ada keseragaman. Selanjutnya, bila kita mempelajari literatur manajemen, maka akan ditemukan bahwa istilah manajemen mengandung tiga pengertian yaitu

a) Manajemen sebagai suatu proses,

b) Manajemen sebagai kolektivitas orang-orang yang melakukan aktivitas manajemen,

c) Manajemen sebagai suatu seni (Art) dan sebagai suatu ilmu pengetahuan (Science).

Dalam Encylopedia of the Social Sience dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses dengan mana pelaksanaan suatu tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi. Menurut G.R. Terry, manajemen adalah suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Manajemen juga adalah suatu ilmu pengetahuan maupun seni. Seni adalah suatu pengetahuan bagaimana mencapai hasil yang diinginkan atau dalm kata lain seni adalah kecakapan yang diperoleh dari pengalaman, pengamatan dan pelajaran serta kemampuan untuk menggunakan pengetahuan manajemen.

Menurut Mary Parker Follet, manajemen adalah suatu seni untuk melaksanakan suatu pekerjaan melalui orang lain. Definisi dari mary ini mengandung perhatian pada kenyataan bahwa para manajer mencapai suatu tujuan organisasi dengan cara mengatur orang-orang lain untuk melaksanakan apa saja yang pelu dalam pekerjaan itu, bukan dengan cara melaksanakan pekerjaan itu oleh dirinya sendiri. Menurut Horold Koontz dan Cyril O'donnel, Manajemen adalah usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Menurut James A.F. Stoner, Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian dan penggunakan sumberdaya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi tang telah ditetapkan. Lawrence A. Appley menyatakan bahwa manajemen adalah seni pencapaian tujuan yang dilakukan melalui usaha orang lain. Sedagkan menurut Drs. Oey Liang Lee manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan pengorganisasian, penyusunan, pengarahan dan pengawasan daripada sumberdaya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah Suatu keadaan terdiri dari proses yang ditunjukkan oleh garis (line) mengarah kepada proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian, yang mana keempat proses tersebut saling mempunyai fungsi masing-masing untuk mencapai suatu tujuan bersama.

Manajemen dalam keperawatan dapat diartikan sebagai pelaksanaan pelayanan keperawatan melalui staf keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan, pengobatan dan rasa aman, kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Sedangkan manajemen keperawatan berarti Tugas khusus yang harus dilaksanakan oleh pengelola keperawatan untuk merencanakan, organisasi, mengarahkan serta mengorganisasi sumber-sumber yang ada (dana dan daya) untuk membuat pelayanan efektif.

Manajemen dalam keperawatan mempunyai fungsi, yaitu :

a. Perenacanaan (planning), perncanaan merupakan :

1) Gambaran apa yang akan dicapai

2) Persiapan pencapaian tujuan

3) Rumusan suatu persoalan untuk dicapai

4) Persiapan tindakan-tindakan

5) Rumusan tujuan tidak harus tertulis dapat hanya dalam benak saja

6) Tiap-tiap organisasi perlu perencanaan

b. Pengorganisasian (organizing), merupakan pengaturan setelah rencana, mengatur dan menentukan apa tugas pekerjaannya, macam, jenis, unit kerja, alat-alat, keuangan dan fasilitas.

c. Penggerak (actuating), menggerakkan orang-orang agar mau atau suka bekerja. Ciptakan suasana bekerja bukan hanya karena perintah, tetapi harus dengan kesadaran sendiri, termotivasi secara interval

d. Pengendalian atau pengawasan

e. (controling), merupakan fungsi pengawasan agar tujuan dapat tercapai sesuai dengan rencana, apakah orang-orangnya, cara dan waktunya tepat. Pengendalian juga berfungsi agar kesalahan dapat segera diperbaiki.

f. Penilaian (evaluasi), merupakan proses pengukuran dan perbandingan hasil-hasil pekerjaan yang seharusnya dicapai. Hakekat penilaian merupakan fase tertentu setelah selesai kegiatan, sebelum, sebagai korektif dan pengobatan ditujukan pada fungsi organik administrasi dan manajemen.

Prinsip yang mendasari mananejemen keperawatan.

a. Berlandaskan perencanaan.

b. Penggunaan waktu yang efektif.

c. Melibatkan pengambilan keputusan kepuasan pasien sebagai tujuan.

d. Memenuhi kebutuhan ASKEP pasien.

e. Terorganisir sesuai kebutuhan organisasi untuk mencapai tujuan. Prinsip Pengorganisasian.

1) The devision work (pembagian pekerjaan).

2) Koordinasi.

3) Unity of command (kesatuan komando).

4) Tujuan dan kewewenangan yang sesuai.

5) Hubungan staf dan Lini (sejajar).

6) Spain of control (ada garis kontrol).

f. Pengarahan: pendelegasian supervisi, koordinasi dan pengendalian pelaksanaan rencana.

g. Divisi keperawatan yang baik memotivasi karyawan untuk penampilan kerja yang baik.

h. Menggunakan komunikasi yang efektif.

i. Pengembangan staf.

j. Pengendalian.

Proses manajemen keperawatan sesuai dengan pendekatan sistem terbuka dimana masing-masing komponen saling berhubungan dan berinteraksi dan dipengaruhi oleh lingkungan. Karena merupakan suatu sistem maka akan terdiri dari lima elemen yaitu input, proses, output, kontrol dan mekanisme umpan balik.

Input dari proses manajemen keperawatan antara lain informasi, personel, peralatan dan fasilitas. Proses dalam manajemen keperawatan adalah kelompok manajer dari tingkat pengelola keperawatan tertinggi sampai ke perawat pelaksana yang mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan. Output adalah asuhan keperawatan, pengembangan staf dan riset.

Kontrol yang digunakan dalam proses manajemen keperawatan termasuk budget dari bagian keperawatan, evaluasi penampilan kerja perawat, prosedur yang standar dan akreditasi. Mekanisme timbal balik berupa laporan finansial, audit keperawatan, survey kendali mutu dan penampilan kerja perawat.

Mempertahankan kesehatan telah menjadi sebuah industri besar yang melibatkan berbagai aspek upaya kesehatan. Pelayanan kesehatan kemudian menjadi hak yang paling mendasar bagi semua orang dan memberikan pelayanan kesehatan yang memadai akan membutuhkan upaya perbaikan menyeluruh sistem yang ada. Pelayanan kesehatan yang memadai ditentukan sebagian besar oleh gambaran pelayanan keperawatan yang terdapat didalamnya.

Keperawatan merupakan disiplin praktek klinis. Manajer keperawatan yang efektif seyogyanya memahami hal ini dan memfasilitasi pekerjaan perawat pelaksana. Kegiatan perawat pelaksana meliputi:

a. Menetapkan penggunakan proses keperawatan

b. Melaksanakan intervensi keperawatan berdasarkan diagnosa

c. Menerima akuntabilitas kegiatan keperawatan yang dilaksanakan oleh perawat

d. Menerima akuntabilitas untuk hasil-hasil keperawatan

e. Mengendalikan lingkungan praktek keperawatan

Seluruh pelaksanaan kegiatan ini senantiasa di inisiasi oleh para manajer keperawatan melalui partisipasi dalam proses manajemen keperawatan dengan melibatkan para perawat pelaksana. Berdasarkan gambaran diatas maka lingkup manajemen keperawatan terdiri dari:

a. Manajemen operasional.

Pelayanan keperawatan di rumah sakit dikelola oleh bidang keperawatan yang terdiri dari tiga tingkatan manajerial, yaitu:

1) Manajemen puncak

2) Manajemen menengah

3) Manajemen bawah

Tidak setiap orang memiliki kedudukan dalam manajemen berhasil dalam kegiatannya. Ada beberapa faktor yang perlu dimiliki oleh orang-orang tersebut agar penatalaksanaannya berhasil. Faktor-faktor tersebut adalah

1) Kemampuan menerapkan pengetahuan.

2) Ketrampilan kepemimpinan.

3) Kemampuan menjalankan peran sebagai pemimpin.

4) Kemampuan melaksanakan fungsi manajemen.

b. Manajemen asuhan keperawatan

Manajemen asuhan keperawatan merupakan suatu proses keperawatan yang menggunakan konsep – konsep manajemen didalamnya seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian atau evaluasi.

Persyaratan Ruangan Menjalankan MPKP

Syarat-syarat Ruangan menjalankan MPKP adalah sebagai berikut:

1) Memiliki fasilitas perawatan yang memadai.

2) Memiliki jumlah perawat minimal sejumlah tempat tidur yang ada.

3) Memiliki perawat pendidikan yang telah terspesialisasi.

4) Seluruh perawat telah memiliki kompetensi dalam perawatan primer.

2. Tujuan Manajemen berdasarkan (SMART)

Ada banyak jenis tujuan atau sasaran pada beragam jenis organisasi. Sebagian sasaran bersifat jangka pendek dan spesifik (misalnya, mulai bulan depan kita akan meningkatkan produksi menjadi 2 unit per karyawan per jam) dan sebagian lagi bersifat jangka panjang dan luas (misalnya, dalam lima tahun ke depan kita akan menjadi organisasi-yang-belajar), namun sebagian lagi sukar dicapai dan sering salah interpretasi (misalnya, semua karyawan perlu menunjukkan jiwa entrepreneur). Ada sasaran yang bisa dicapai relatif mudah (misalnya, staf resepsionis harus menjawab telepon dalam deringan ketiga), tapi lainnya hampir tak mungkin dijalankan (semua karyawan akan menguasai 5 bahasa pelanggan sebelum akhir tahun fiskal ini).

Maksud dari menetapkan sasaran tentu saja adalah untuk mencapai sasaran tersebut. Sasaran atau tujuan yang di pakai dalam dunia keperawatan salah satunya adalah sasaran yang smart — SMART juga singkatan yang bisa berguna yang menggambarkan 5 karakteristik sasaran yang terancang secara baik.

Specific (S): Sasaran haruslah jelas dan tidak ambigu. Jika sasaran ditetapkan secara spesifik, artinya berbicara kepada karyawan apa sesungguhnya yang diinginkan, kapan dan seberapa banyak. Karena sasaran ditetapkan secara spesifik, Anda bisa dengan mudah mengukur kemajuan karyawan terhadap penyelesaiannya.

Measurable (M): Apa gunanya ada sasaran tapi tidak bisa terukur? Jika sasaran Anda tak terukur, Anda tak akan pernah tahu apakah karyawan Anda sedang melakukan kemajuan terhadap kesuksesan penyelesaiannya. Tidak hanya itu, suatu tantangan tersendiri bagi karyawan untuk tetap termotivasi menyelesaikan sasaran atau tujuan perusahaan jika mereka tidak memiliki patokan-patokan yang mengidikasi kemajuannya.

Attainable (A): Sasaran haruslah realistik dan bisa dijalankan oleh rata-rata karyawan. Sasaran yang baik adalah bisa memberikan peluang karyawan untuk sedikit meregang saat menuju pencapaiannya, tanpa perlu menjadi ekstrim. Yaitu, sasaran tidak diluar jangkauan dan tidak dibawah standar kinerja. Sasaran yang terlampau tinggi atau rendah akan menjadi tak berarti, dan karyawan biasanya cenderung mengabaikan.

Relevant (R): Sasaran harus menjadi alat yang penting dalam skema besar usaha perusahaan mencapai visi dan misinya. Mungkin Anda mendengar bahwa 80 persen produktifitas pekerja berasal hanya dari 20 persen aktifitas mereka. Anda bisa menduga kemana larinya 80 persen aktifitas kerja itu! Konsep relasi ini berasal dari aturan 20 atau 80 yang diungkapkan oleh ekonomis Italia Vilfredo Pareto. Aturan ini, yang menyatakan bahwa 80 persen kekayaan dari sebagian besar negara dipegang hanya oleh 20 persen populasi, telah diterapkan di banyak bidang sejak penemuannya. Sasaran yang relevan harus mengarah ke 20 persen aktifitas kerja yang memiliki dampak besar pada kinerja dan membawa organisasi Anda lebih dekat ke arah visinya. (Sumber: Blanchard, Schewe, Nelson, & Hiam, Exploring the World of Business.)

Time-bound (T): Sasaran harus memiliki titik awal, titik akhir, dan rentang waktu yang tetap. Komitment atas tenggat waktu membantu karyawan agar fokus pada usaha-usaha menyelesaikan sasaran pada atau sebelum tanggal yang ditentukan. Sasaran tanpa tenggat waktu atau jadwal untuk penyelesaian cenderung terambil alih oleh masalah-masalah sehari-hari yang secara bervariasi muncul dalam organisasi.

Sasaran yang SMART menghasilkan pengorganisasi yang smart pula. Dengan metode ini, dapat mencegah terjadinya manager menolak bekerja sama dengan karyawannya untuk menetapkan sasaran secara bersama begitu pua sebaliknya. Akibatnya adalah sasaran menjadi tak jelas, ambigu, tak realistik, tak ada hubungannya dengan visi organisasi, tak terukur, dan menurunkan motivasi.

3. Tugas kepala bidang

Dalam manajemen banyak aktifitas penting : Mengelola Asuhan keperawatan secara efektif dan efisien untuk sejumlah pasien di RS dengan jumlah tenaga keperawatan dan fasilitas yang ada. Dalam dunia keperawatan juga ada yang disebut sebagai kepala bidang keperawatan. Kepala bidang keperawatan merupakan unsur pembantu direktur dibidang keperawatan yang dipimpin oleh seorang kepala bidang yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada direktur. Kepala bidang keperawatan mempunyai tugas :

a. Mengkoordinasikan dan melakukan perencanaan program keperawatan,

b. Mengelompokkan dan membagi kegiatan.

c. Menentukan jalinan hubungan kerja antar tenaga di RS.

d. Menciptakan hubungan antara kepala-staf.

e. Memudahkan tugas dan memudahkan pengawasan.

Sedangkan fungsi kepala bidang keperawatan sendiri yaitu :

a. Pengkoordinasian perencanaan program keperawatan.

b. Penyelenggaraan bimbingan tehnis pelaksanaan asuhan, etika dan mutu keperawatan.

c. Pengawasan, pengendalian, penilaian kinerja tenaga keperawatan.

d. Pengelolaan pengunaan sarana peralatan keperawatan.

e. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Direktur sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Prinsip untuk memberikan pelayanan optimal, yaitu dengan cara:

a. Pembagian Kerja

1) Pendidikan dan pengalaman kerja karyawan.

2) Peran dan fungsi perawat di RS.

3) Ruang lingkup tugas kabid keperawatan dan kedudukan dalam organisasi.

4) Batas wewenang dan tanggung jawab.

5) Hal yang dapat didelegasikan kepada staf dan kepada tenaga non keperawatan. Untuk mendegelasikan seseorang, kita harus mengetahui beberapa faktor pendelegasian yaitu :

a) Job dikripsi.

b) Pengembangan prosedur.

c) Deskripsi hasil kerja.

d) Jumlah tugas.

e) Perincian aktivitas atau ruangan.

f) Perincian tugas yang jelas.

g) Variasi tugas.

h) Penggolongan tugas berdasarkan kesulitan atau waktu.

b. Pendelegasian Tugas

Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab kepada staf dalam batas-batas tertentu. Pendelegasian tergantung :

1) Sifat kegiatan.

2) Kemampuan staf.

3) Hasil yang diharapkan. Untuk mendapatkan hasil yang di harapkan maka kita harus menentukan langkah yang akan dilakukan, yaitu :

a) Tetapkan tugas.

b) Pilih orangnya.

c) Uraikan hasil spesifik.

d) Jelaskan batas wewenang dan tanggung jawab staf.

e) Kesimpulan staf tentang tanggung jawabnya.

f) Waktu untuk mengontrol.

g) Berikan dukungan.

h) Evaluasi hasil.

c. Koordinasi

Keselarasan tindakan, usaha dan sikap dan penyesuaian antara tenaga diruangan keperawatan. Adapun manffat dari kita melakukan koordinasi yaitu :

1) Menghindari perasaan lebih penting dari yang lain.

2) Menumbuhkan rasa saling membantu.

3) Menimbulkan kesatuan tindakan dan sikap antar staf.

d. Manajemen Waktu

Pengelolaan waktu dalam memberikan pelayanan keperawatan yang optimal:

1) Analisa waktu yang digunakan.

2) Memeriksa kembali porsi aktivitas.

3) Menentukan prioritas pekerjaan.

4) Mendelegasikan.

Tetapi sering di jumpai beberapa hambatan pada manajemen waktu, diantaranya:

1) Terperangkap dalam pekerjaan.

2) Menunda karena takut salah.

3) Tamu yang tidak terencana.

4) Telepon.

5) Rapat yang tidak produktif.

6) Tidak dapat mengatakan tidak.

Dalam mengelempokkan dan membagi tugas, kepala bidang harus mengetahui pengaturan proses mobilisasi potensi, proses motivasi dan pengembangan sumber daya manusia dalam memenuhi kepuasan untuk tercapainya tujuan individu, organisasi dimana di berkarya. Hal tersebut meliputi :

a. Rekrut Tenaga Dan Seleksi

Tugas yang sulit dan mencemaskan. Hal yang perlu diperhatikan :

1) Profil karyawan keperawatan saat itu.

2) Program recruiting.

3) Metode recruiting.

4) Program pengembangan tenaga baru.

5) Prosedur penerimaan.

6) Data biografi.

7) Surat rekomendasi.

8) Wawancara.

9) Psychotest.

b. Orientasi Dan Pengembangan

1) Orientasi Institusi

a) Misi, visi Rumah Sakit.

b) Struktur dan kepemimpinan.

c) Kebijakan Rumah Sakit.

d) Evaluasi kerja.

e) Pengembangan staf.

f) Hubungan antara karyawan.

2) Orientasi Pekerjaan

a) Job deskripsi.

b) Prosedur pekerjaan.

c) Kebijakan.

d) Orientasi tempat atau fasilitas yang ada.

3) Pengembangan
Pengembangan tenaga baru berlaku setelah masa orientasi.

4) Penghargaan

a) Promosi.

- Kenaikan pangkat.

- Penempatan.

b) Mutasi
Pemindahan dari pekerjaan atau jabatan yang baru ke pekerjaan atau jabatan lain.

Hal ini bertujuan untuk :

- Mengurangi kejenuhan.

- Pengembangan.

Hambatan dalam mengelempokkan dan membagi tugas yaitu :

a. Kemangkiran.

1) Tempat tinggal jauh.

2) Kelompok karyawan yang banyak.

3) Sakit.

b. Turn-over.

Rata-rata turn-over pertahun dibagi jumlah tenaga perunit di kali 100. Mengurangi Turn Over

1) Penerimaan karyawan.

2) Peningkatan tugas.

3) Perubahan job deskripsi.

4) Pengembangan.

c. Kejenuhan

Keadaan dimana individu merasa dirinya kurang kemampuannya, kerja keras tapi kurang produktif.

1) Peran dan fungsi yang kurang jelas.

2) Merasa terisolasi.

3) Beban kerja berlebihan.

4) Terlalu lama pada suatu bagian.

Dalam fungsi kepala bidang yaitu penyelenggaraan bimbingan tehnis pelaksanaan asuhan, etika dan mutu keperawatan, harus melakukan pengembangan dan pengawasan, pengendalian, penilaian kinerja tenaga keperawatan maka harus melakukan pengembangan tenaga kerja. Hal ini bertujuan membantu individu dalam meningkatkan diri dalam :

a. Menambah pengetahuan.

b. Menambah ketrampilan.

c. Pelayanan dibidangnya.

Adapun jenis pengembangan yaitu :

a. Introduksi training untuk staf baru.

b. Orientasi.

c. In house education on the job.

d. Pendidikan berkelanjutan.