Sabtu, 19 Desember 2009

PENATALAKSANAAN DAN AKEP ASMA

Penatalaksanaan dan Pencegahan Asma
Prinsip umum pengobatan asma bronkhiale adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan napas dengan segera.
2. mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma.
3. Memberikan penjelasan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan pengobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawatnya.
A. Pengobatan pada asma bronkhiale terbagi menjadi 2 macam, yaitu :
1. Pengobatan non farmakologik
a Memberikan penyuluhan.
b Menghindari faktor pencetus.
c Pemberian cairan.
d Fisioterapi.
e Pemberian oksigen (bila perlu)
f Pengobatan farmakologik
2. Pengobatan farmakologik
a. Bronkhodilator
b. Obat yang melebarkan saluran napas. Terbagi menjadi 2 golongan :
a.) Simpatomimetik / adrenergik (adrenalin dan efedrin)
Obat-obat golongan ini tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan : MDI (Metered Dose Inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (ventolin diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan bronkodilator (Alupent, berotec, bricasma) yang oleh alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus) untuk selanjutnya dihirup.
b.) Santin
Nama obat : orsiprenalin (alupent), fenoterol (berotec), terbutalin (bricasma). 2.)
Nama obat : Aminofilin (Amicam supp.), Aminofilin (Euphilin Retard), Teofilin (Amilex). Efek teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : bentuk suntikan teofilin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah. Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
c. Kortikosteroid
Kortikosteroid merupakan obat yang secara langsung mempunyai efek terhadap komponen inflamasi dan menghambat pelepasan mediator dari sel mast. Obat ini juga meningkatkan kerja obat beta-2 agonis dengan mesensitisasi beta-2 reseptor. Kortikosteroid sangat efektif untuk mengontrol asma kronik dan obat ini harus diberikan pada asma akut berat karena akan memberikan efek terapi yang jelas serta menurunkan angka kematian.
d. Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama pada anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
e. Ketotifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan dosis 2 x 1 mg /hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.
f. Selain obat-obat di atas, obat lain seperti antibiotika, mukolitik dan ekspektoran diberikan atas indikasi. Sedangkan pemberian obat penenang tidak dianjurkan karena dapat menekan pusat pernapasan. Antihistamin akan mengentalkan sekret, sebaiknya tidak diberikan kecuali bila jelas ada tanda-tanda alergi.

Penanganan alergi dan asma pada anak haruslah dilakukan secara benar, paripurna dan berkesinambungan. Pemberian obat terus menerus bukanlah jalan terbaik dalam penanganan alergi, tetapi yang paling ideal adalah menghindari penyebab yang bisa menimbulkan keluhan alergi dan asma tersebut. Saat ini terapi yang terbaik yang direkomendasikan adalah kombinasi pengobatan dengan long acting β-2 agonis dan kortikosteroid dalam satu bentuk inhalasi. Long acting β-2 agonis ini berguna untuk menstimulasi adenil siklase intraseluler, enzim yang berguna untuk mengubah ATP menjadi siklik AMP, peningkatan AMP ini dapat menyebabkan otot polos bronkus berelaksasi dan menghambat pelepasan mediator hipersensitivitas yang bersifat segera, terutama sel mast. Sedangkan kortikosteroid berguna untuk anti inflamasi dengan manghambat aktivasi dari eosinofil dan menghambat pelepasan mediator inflamasi selanjutnya.
B. Penatalaksanaan fisioterapi
Penatalaksanaan fisioterapi pada penderita asma bronchiale di rumah sakit maupun di klinik-klinik fisioterapi sering dilakukan dengan memberikan intervensi dengan microwave diathermi, postural drynage dan breathing exercise.
1. Microwafe diathermi
Microwafe diathermi adalah suatu modalitas fisioterapi dengan menggunakan arus bolak-balik dengan frekuensi 2450 MHz dan panjang gelombang 12,25 cm. Berdasarkan frekuensi dan panjang gelombangnya maka microwave diathermi mempunyai kemampuan penetrasi kedalam jaringan ± 3 cm atau dapat mencapai jaringan otot. Dengan aplikasi dari pendekatan anterior dan posterior dinding thorak, dengan efek thermal dari microwave diathermi diharapkan dapat meningkatkan metabolisme otot khususnya otot-otot pernapasan, meningkatkan sirkulasi darah lokal, meningkatkan elastisitas jaringan, menurunkan tonus otot-otot pernapasan dan otot polos dinding bronchus melalui normalisasi nosisensorik, sehingga dapat diperoleh efek relaksasi pada otot polos bronchus dan otot-otot pernapasan.
Efek relaksasi pada otot polos bronchus tersebut, diharapkan akan terjadi perubahan pada bronchus yaitu menurunnya stress mekanik pada dinding bronchus dan terjadinya dilatasi atau pelebaran bronchus. Dengan menurunnya stress mekanik pada dinding bronchus maka diharapkan dapat menurunkan hiperskresi mucus dan dapat menurunkan frekuensi batuk . Dengan terjadinya dilatasi bronchus tersebut, akan memberikan efek kemudahan dalam pengaliran mucus dan menurunkan sesak napas. Efek relaksasi pada otot-otot pernapasan adalah menurunnya ketegangan otot-otot pernapasan, meningkatnya metabolisme otot, nutrisi untuk otot tercukupi sehingga otot-otot pernapasan dapat bekerja optimal dan pernapasan menjadi lebih baik untuk menghasilkan ventilasi paru yang adequate.
2. Postural drainage
Postural drainage adalah suatu metode pembersihan saluran napas dengan cara memposisikan penderita sedemikian rupa, dan dengan pengaruh gravitasi, mucus dapat dialirkan ke saluran yang lebih besar, sehingga mudah untuk dikeluarkan. Dalam pelaksanaannya postural drainage ini selalu disertai dengan tapotement atau tepukan dengan tujuan untuk melepaskan mucus dari dinding saluran napas dan untuk merangsang timbulnya reflek batuk, sehinggga dengan reflek batuk mucus akan lebih mudah dikeluarkan. Jika saluran napas bersih maka pernapasan akan menjadi normal dan ventilasi menjadi lebih baik. Jika saluran napas bersih dan ventilasi baik maka frekuensi batuk akan menurun.

3. Breathing exercise
Breathing exercise adalah suatu metode latihan pernapasan yang dilakukan dengan type tertentu, untuk tujuan tertentu serta diaplikasikan pada kondisi tertentu pula. Breathing exercise yang dimaksud di sini adalah force passive breathing exercise yaitu suatu bentuk latihan napas yang dalam pelaksanaannya sering dilakukan bersamaan dengan postural drynage atau dilakukan dalam sesi tersendiri, dimana saat akhir dari ekspirasi diberikan suatu penekanan dengan arah sesuai dengan gerakan segmen thorak saat ekspirasi dan saat inspirasi tekanan dihilangkan namun tangan fisioterapist tetap menempel pada segmen dinding thorak tersebut dan mengarahkan gerakan sesuai gerakan segmen dinding thorak tersebut saat inspirasi. Dengan breathing exercise ini akan dapat menurunkan udara residu dan mengefektifkan kerja dari otot-otot pernapasan sehingga dapat memperbaiki ventilasi paru yang menurun pada penderita asma bronkhiale. Jika ventilasi baik maka akan dapat menghasilkan batuk yang efektif. Jika batuk efektif maka mucus akan mudah untuk di keluarkan, jika mucus keluar maka saluran napas bersih, dan jika saluran napas bersih maka frekuensi batuk akan menurun.


Pemakaian terapi hirupan pada penderita asma khususnya pada anak di Indonesia saat ini masih belum banyak digunakan. Di negara maju terapi ini justru lebih banyak digunakan karena lebih efektif, lebih aman dan relatif murah dibandingkan dengan obat minum. Tetapi di Indonesia orang tua sering menolak kalau sudah diberi anjuran terapi hirupan. Dengan pengobatan hirupan tersebut dianggap asma anaknya sudah sangat mengkawatirkan. Tampaknya sosialisasi lebih jauh tentang penggunaan terapi hirupan pada asma ini harus segera dilakukan.

Asuhan Keperawatan Pada Asma Bronkhial
A. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
1. Riwayat kesehatan yang lalu
a Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
b Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
c Kaji riwayat pekerjaan pasien.
2. Aktivitas
a Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
b Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
c Tidur dalam posisi duduk tinggi
3. Pernapasan
a Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
b Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
c Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung.
d Adanya bunyi napas mengi.
e Adanya batuk berulang.
4. Sirkulasi
a Adanya peningkatan tekanan darah.
b Adanya peningkatan frekuensi jantung.
c Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
d Kemerahan atau berkeringat.
5. Integritas ego
a Ansietas
b Ketakutan
c Peka rangsangan
d Gelisah

6. Asupan nutrisi
a Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
b Penurunan berat badan karena anoreksia.
7. Hubungan sosal
a Keterbatasan mobilitas fisik.
b Susah bicara atau bicara terbata-bata.
c Adanya ketergantungan pada orang lain.
8. Seksualitas
Penurunan libido

B. Prioritas Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d bronkospasme.
2. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen (spasme bronkus).
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nafsu makan menurun.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuatnya imunitas.
5. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ;salah mengerti tentang informasi.

C. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d bronkospasme.
Hasil yang diharapkan: mempertahankan jalan nafas dengan bunyi bersih dan jelas.
Intervensi Rasional :
a Mandiri
1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi.
Rasional ; Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas.
2) Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi ekspirasi.
Rasional : Tachipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/ adanya proses infeksi akut
3) Catat adanya derajat dispnea,ansietas, distress pernafasan, penggunaan obat bantu.
Rasional : Disfungsi pernafasan adalah variable yang tergantung pada tahap proses akut yang menimbulkan perawatan dirumah sakit.
4) Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh : meninggikan kepala tempat tidur, duduk pada sandara tempat tidur.
Rasional : Peninggian kepala tempat tidur memudahkan fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi
5) Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll.
Rasional : Pencetus tipe alergi pernafasan dapat mentriger episode akut.
6) Tingkatkan masukan cairansampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi jantung, memberikan air hangat.
Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan sekret, penggunaan cairan hangat dapat menurunkan kekentalan sekret, dan dapat menurunkan spasme bronkus
b. Kolaborasi
1) Berikan obat sesuai dengan indikasi bronkodilator.
Rasional : Merelaksasikan otot halus dan menurunkan spasme jalan nafas, mengi, dan produksi mukosa.
2. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan suplai oksigen (spasme bronkus).
Hasil yang diharapkan : ; perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan edekuat
Intervensi Rasional :
a. Mandiri
1) Kaji/awasi secara rutin kulit dan membran mukosa.
Rasional : Sianosis mungkin perifer atau sentral keabu-abuan dan sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
2) Palpasi fremitus.
Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga adanya pengumplan cairan/udara.
Awasi tanda vital dan irama3) jantung.
Rasional : Tachicardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat menunjukan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
b. Kolaborasi
1) Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil AGDA dan toleransi pasien.
Rasional : Dapat memperbaiki atau mencegah memburuknya hipoksia.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nafsu makan menurun
Hasil yang diharapkan : menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat
Intervensi rasional :
a. Mandiri:
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kerusakan makanan.
Rasional : Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia karena dipsnea.
2) Sering lakukan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai.
Rasional : Rasa tak enak, bau menurunkan nafsu makan dan dapa menyebabkan mual/muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
b. Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan dipsnea dan meningkatkan energi untuk makan, meningkatkan masukan
4. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuatnya imunitas
Hasil yang diharapkan :
mengidentifikasikan intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi.
Perubahan ola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.
Intervensi Rasionalisasi :
a. Mandiri
1) Awasi suhu.
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi
2) Kaji pentingnya latihan napas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan adekuat
Rasional : Meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran secret untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi paru
3) Tunjukkan dan Bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum.
Rasional : Mencegah penyebaran patogen melalui cairan
4) Awasi pengunjung; berikan masker sesuai dengan indikasi
Rasional : Menurunkan potensial terpajan pada penyakit infeksius
5) Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat
Rasional : Menurunkan kebutuhan keseimbangan oksigen dan memperbaiki
pertahanan pasien terhadap infeksi, meningkatkan penyembuhan
6) Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tahanan terhadap infeksi
b. Kolaborasi
1) Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau pengisapan untuk pewarnaan gram, kultur/sensitifitas.
Rasional untuk mengidentifikasi organisme penyabab dan kerentanan terhadap berbagai anti microbial:
5. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ;salah mengerti tentang informasi
Hasil yang diharapkan :
Menyatakan pemahaman tentang kondisi/proses penyakit dan tindakan
Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalamprogram pengobatan
Intervensi Rasionalisasi :
a. Mandiri :
1) Jelaskan tentang proses penyakit individu
Rasional : Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
2) Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan.
Rasional : Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan merugikan
3) Tunjukkan tehnik penggunaan inhaler.
Rasional : Pemberian obat yang tepat meningkatkan keefektifanya.
4) Diskusikan faktor individu yang dapat meningkatkan kondisi, mis; udara terlalu kering, angin, lingkungan dengan suhu extrem, serbuk, asap tembakau, sprei aerosol, polusi udara,
Rasional : Faktor lingkunan ini dapat menimbulkan/meningkatkan iritasi bronkhial sehingga peningkatan produksi secret dan hambatan jalan napas

D. Evaluasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, klien dapat menunjukkan perbaikan kondisi yang ditunjukkan dengan :
1. Pasien mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih/jelas
Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas, misalnya; batuk efektif, dan mengeluarkan sekret
2. Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan beban gejala distres pernafasan
3. Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat
4. Menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu
5. Tidak terjadi proses infeksi
6. Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 :
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Tujuan :
Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang, vital dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.
Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.
e. Berikan air hangat.
Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
f. Kolaborasi obat sesuai indikasi.
Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).
Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
Diagnosa 2 :
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan :
Pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
6. Kolaborasi
a Berikan oksigen tambahan
b Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
Diagnosa 3 :
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria hasil :
Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik, klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat badan dalam batas normal.
Intervensi :
1. Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.
2. Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien dalam asuhan keperawatan.
3. Timbang berat badan dan tinggi badan.
Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.
4. Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
Rasional : air hangat dapat mengurangi mual.
5. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
6. Kolaborasi
a Konsul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.
Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
b Berikan obat sesuai indikasi.
c Vitamin B squrb 2×1.
Rasional : defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.
d Antiemetik rantis 2×1
Rasional : untuk menghilangkan mual / muntah.

Diagnosa 4 :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan :
Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Kriteria hasil :
KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot terasa pada skala sedang
Intervensi :
1. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau bantal.
4. Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.
Diagnosa 5 :
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan :
Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.
Kriteria hasil :
Mencari tentang proses penyakit :
1. Klien mengerti tentang definisi asma
2. Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma
3. Klien mengerti komplikasi dari asma
Intervensi :
1. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan kesembuhan.
Rasional : informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah berlebihan.
2. Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.
Rasional : kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mangasimilasi informasi atau mengikuti program medik.
3. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan.
Rasional : selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari penyakitnya.
4. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan.
Rasional : upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah meminimalkan komplikasi.
5. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misalnya : istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik.
Rasional : menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada patogen.
Evaluasi
a. Jalan nafas kembali efektif.
b. Pola nafas kembali efektif.
c. Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
d. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
e. Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.

DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, K. (1990) “Asma Bronchiale”, dikutip dari Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta : FK UI.

Brunner & Suddarth, (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Childrenallergycenter.joeuser.com/article/12 Maret 2008/19:20 WIB.

Guyton & Hall, (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Hudak & Gallo, (1997). Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Volume 1. Jakarta : EGC.

Info-penyakit.blogspot.com/2007/08/peny.asma/12 Maret 2008/19:07 WIB.

Mansjoer, A., (2001). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 1. Jakarta : EGC.

Moodpro.tripod.com/inyakit/asma_P91/12 Maret 2008/19:05 WIB

Price & Wilson, L.M., (1995). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC.

Staff Pengajar FKUI, (1997). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Info Medika.

Mangunnegoro, Hadiarto. 1992. Diagnosis and Penatalaksanaan asthma. Jakarta : Simposium PDPI.